1 20 Twenty Spring
Sebuah kata sapaan dan selamat tinggal, sesuatu yang selalu aku pendam walaupun akhirnya perlahan keluar.
Sesekali aku menoleh ke belakang, melihat kau yang tertawa dan melambaikan tangan.
Aku berharap bisa menggenggam tanganmu yang hangat seperti musim semi
Aku menunggumu, sepertinya?
Bisakah kita bersama seperti kemarin?
---
"I waited for you
Let's be together tomorrow again
Because, You're my spring"
***
Musim Semi, 3 Tahun Kemudian
Cahaya matahari hangat mengenai wajah terlelap perempuan itu, menembus celah-celah jendela dari tirai yang beterbangan karena angin berembus. Keningnya berkerut dan mata yang berkedut pelan bersamaan dengan ia yang mengangkat tangan untuk melindungi wajahnya.
Aroma musim semi masuk pada indera penciumannya, membuatnya membuka mata secara perlahan dan kembali mendapati dirinya di kamar berdominasi warna putih. Ia mendudukkan dirinya, melihat sekeliling sambil berusaha mengumpulkan nyawanya. Ia tidur nyenyak lagi hari ini, sudah sekian lama. Kalender yang berdiri di meja sisi tempat tidurnya kini mengambil penuh perhatiannya, menatap itu dan melihat tanggal yang diberi lingkaran merah dengan beberapa stiker bunga sakura mengelilinginya. Hari ini musim semi tahun ketiga setelah hari itu. Seperti biasa ia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, mencari pakaian terbaik yang bisa ia gunakan untuknya pergi di hari Minggu ini. Iya, perempuan itu bukan pergi bekerja, bukan juga memenuhi janji bertemu seseorang, tapi ia hanya akan menghabiskan waktu makan siang hingga sorenya di sebuah cafe untuk bersantai. Tapi sejak satu bulan ini, kegiatan itu sudah menjadi semakin candu untuknya."Kim Jungwoo!"Lelaki itu spontan terlonjak dari kasurnya, berguling ke lantai dengan suara keras dan selimut yang melilit tubuhnya. Perempuan itu menahan tawa, namun tetap berdiri di tempatnya dan melihat Jungwoo mulai memasang wajah masam ke arahnya."Nuna apa-apaan?!""Ayo pergi ke cafe!!""PERGI SENDIRI!""Ayolahh~""Minta Doyoung hyung atau Jisun sana untuk menemanimu!""Mana ada!! Hei! Kau tidak tahu kalau mengganggu keluarga orang lain di hari minggu itu keramat?!""Kau juga mengganggu tidur damaiku!!""Kim Jungwoo ayolah!!""Kim Sejeong sebaiknya kau keluar dari kamar-""Kau berani memanggilku begitu-HEIII LEPAS!!"Jungwoo yang sudah tidak tahan dengan kelakuan kakaknya ini segera melakukan serangan, mengangkat tubuh perempuan itu di bahunya dengan susah payah dan mengangkutnya keluar. Keributan itu berhasil menarik perhatian ibu mereka yang seharusnya sedang sibuk membuat sarapan yang hampir selesai, sedangkan sang ayah hanya bisa menggelengkan kepala heran melihat dua anaknya yang masih saja kekanakan. "JANGAN GANGGU AKU!""IBU! JUNGWOO BENAR-BENAR KURANG AJAR-""KALIAN YANG KURANG AJAR!"Sang ibu dengan kesal memukul kepala dua anaknya itu dengan sendok sayur, seketika kemudian mereka terdiam. "Kalian ini sudah dewasa! Kim Jungwoo kau juga! Katanya kau ingin segera melamar kekasihmu dan berumah tangga tapi kau masih saja kekanakan!"Sejeong menjulurkan lidahnya ke arah Jungwoo yang dimarahi ibunya. Kali ini perhatian beliau tertuju pada Sejeong dan spontan memukul sendok sayur itu sekali lagi ke kepalanya. Spontan ia mengusap bagian yang sakit dari kepalanya dan menatap sang ibu kesal."Kenapa aku dipukul dua kali?!""Kau yang mencari gara-gara duluan! Daripada kau pergi dengan Jungwoo lebih baik pergi kencan buta saja sana carilah pasangan!""Ah! Ibu! Berhenti mengungkit itu!!"Suara bel interkom membuat keempat orang itu mengalihkan perhatian. Sang ayah yang kebetulan sejak tadi hanya menjadi penonton segera membukakan pintu untuk tamu yang datang pagi-pagi ke rumah mereka."Ibu! Anak angkatmu datang!!""Doyoung! Jisun!!"Doyoung datang bersama Jisun yang mengekor di belakangnya, saling bersalaman dengan dua orang tua tersebut sementara Jungwoo yang sudah tidak punya kepentingan lagi ingin segera kembali ke kamar untuk melanjutkan tidurnya yang terganggu. Sejeong yang tahu hal itu segera naik ke atas sofa, mengunci leher Jungwoo dan keduanya jatuh ke sofa bersamaan dengan teriakkan heboh yang dibuat keduanya. "Astaga! Mereka mulai lagi!!"Doyoung dan Jisun tertawa, lalu wanita itu menuju dapur bersama ibu Sejeong untuk meletakkan barang-barang yang dibawa oleh sepasang suami-istri tersebut.Seperti inilah kehidupan mereka. Doyoung masih berhubungan baik dengan keluarga Sejeong dan perempuan itu sendiri. Setelahnya Jisun juga ikut masuk, menjadi anak angkat lain yang paling disayang oleh ibu Sejeong. Tahu sebab Jisun sangat disukai beliau? Ya, karena Jisun penurut dan suka membantu beliau setiap berkunjung. "Mereka kenapa, Ayah?" tanya Doyoung pada ayah Sejeong sambil melihat keributan diantara Sejeong dan Jungwoo. Beliau hanya menggeleng sambil tertawa."Sejeong ingin ditemani ke cafe di dekat Kampus Ehwa. Sudah dari 1 bulan lalu dia ke sana setiap minggu. Cuma kau tahu sendiri, Jungwoo hari minggu selalu ingin istirahat.." lalu beliau menghela napas, "Coba saja Sejeong punya pacar, setidaknya ada yang menemaninya jalan-jalan!""Nuna! Kau pergi sendiri saja sana!! Aku jadi jarang mengajak kekasihku keluar kalau kau terus menggangguku!!"Doyoung tersenyum penuh arti, melihat ke arah Jisun yang sibuk di dapur, lalu berganti melihat Sejeong yang akhirnya di tinggal sendirian di ruang tamu sementara Jungwoo kembali ke kamarnya lagi setelah berhasil melepaskan diri."Ayo, Doyoung! Kau sampai datang pagi-pagi begini, apa ada sesuatu?""Nanti aku ceritakan, ayah!"Mereka berkumpul di ruang makan dengan beberapa jenis makanan dan banchan yang tersedia di meja makan. Sejeong menyusul dengan memberengut kecil, menata rambutnya yang acak-acakan sebab bertengkar dengan Jungwoo beberapa waktu lalu. Lelaki itu tidak akan mau ikut sarapan jadi mereka tidak menawarinya."Jadi.. Aku ingin memberitahu.." ucap Doyoung dengan penuh nada misterius sambil senyuman tidak lepas dari wajahnya. "Jisun hamil!""Astaga, Nak?!" "Jisun?!! Aku akan punya keponakan?!"Jisun tidak bisa menahan tawanya melihat ekspresi keluarga tersebut, namun mengangguk mengiyakan ucapan mereka. Sejeong berdiri dan hendak memeluk Jisun namun Doyoung cepat-cepat menghadangnya. "Kau tidak boleh dekat-dekat!""Kenapa?! Hei! Aku tidak boleh memeluk Jisun?!!!"Suasananya cukup kacau, namun tawa lepas dan ekspresi bahagia memenuhi mereka. Jisun bersyukur Doyoung mengenalkannya pada keluarga Sejeong yang menyambutnya hangat, memperlakukannya seperti anggota keluarga mereka juga. Bagi keluarga Sejeong sendiri, hubungan diantara mereka semakin membaik dan Sejeong juga tidak lagi bersikap pasif pada keluarganya. Mereka saling terbuka, menguatkan, juga memahami satu sama lain. Pilihan tepat bagi Sejeong untuk mengajak keluarganya ke Seoul dan semakin sempurna dengan kepindahan Jungwoo dua tahun lalu. Sejeong punya seseorang yang bisa dijadikannya sandaran dan ia jadi tidak pernah merasa sendirian saat terpuruk.Berkat itu juga, untuk melupakan luka tiga tahun lalu menjadi tidak begitu sulit. Ya.. sepertinya. "Kau mau pergi ke cafe, kan? Ikut kami saja bagaimana?""Apa? Aku mengganggu kalian-""Aku ke restoran, eonni! Hari minggu restoran sedang ramai-ramainya!""Kau hamil, Nak.. Harusnya istirahat saja..""Aku hanya mengawasi, Bu.. Aku harus ada di sana.." lalu perhatiannya kembali tertuju pada Sejeong, "Bagaimana, eonni?""Tidak-tidak! Aku tidak enak dengan kalian.. Aku akan pergi sendiri saja, lagian tidak jauh!"Mereka berempat, terutama Jisun dan Doyoung, tidak bisa menyembunyikan ekspresi mereka yang merasa tidak enak. Sementara Sejeong yang sadar ditatap demikian hanya tertawa. "Memangnya pergi keluar sendiri itu perbuatan dosa? Jangan menatapku begitu!!"Doyoung mendengus tawa pelan, Sejeong tetaplah Sejeong yang biasanya. "Tidak bisa!kau harus ikut kami!" Lalu perhatiannya tertuju pada Jisun, "aku boleh menemani Sejeong hari ini, kan?"***
Di sinilah mereka sekarang, dengan Doyoung yang duduk di kursi pengemudi dan Jisun di sampingnya, sementara Sejeong menjadi penghuni bagian belakang memperhatikan keduanya. Doyoung dan Jisun sangat tahu adab, mereka tidak bermesraan sendiri sampai mengabaikan Sejeong. Bahkan topik pembicaraan mereka selalu bisa menarik perhatian Sejeong supaya perempuan itu tidak merasa dikucilkan. Contohnya seperti sekarang,"Setelah tiga tahun kalian menikah, akhirnya aku akan punya keponakan!""Kau paling bersemangat, hm?""Kau tahu aku, Doyoung! Aku sangat suka anak kecil!" ucap Sejeong dengan menggebu. Bahkan sekarang ia sudah duduk di bagian tengah, mencondongkan tubuhnya dan membuat kepalanya menyembul di antara Doyoung dan Jisun di depan. "Ah! Aku membayangkan bayi lucunya seperti Jisun! Jisun saja menggemaskan, pasti bayi itu akan lebih menggemaskan!""Hei! Hei!" tegur Doyoung sambil mendorong wajah Sejeong kembali ke belakang sementara ia masih fokus menyetir. "Kecilkan suaramu itu! Jangan terlalu bersemangat!""Ayah Kim, apa kau tidak senang punya anak, hm?""Aish! Berhentilah menggodaku, Sejeong!""Oppa, telingamu merah!""HAHAHA KIM DOYOUNG KAU MASIH SAJA!""SEJEONG JANGAN TERIAK!!""KAU JUGA TERIAK!!"Jisun tertawa melihat mereka sambil membatin, setelah semua hal yang terjadi ia merasa lega kalau kedua orang ini masih berhubungan baik. Mereka tidak canggung dan berinteraksi seperti biasanya. Walaupun keduanya sering tidak menyaring ucapan mereka, namun melihat mereka bisa tertawa lepas itu menghangatkan hati Jisun. "Oh ya, Jisun! Kau sebaiknya banyak berdoa supaya sifat anakmu besok tidak seperti Doyoung!""Hei! Berhenti bicara omong kosong!""Hush! Diam!" ucap Sejeong sambil memukul bahu Doyoung, lalu kembali melihat Jisun, "Saat kau sedang tidak ingin melihat Doyoung, usahakan kau tetap menyukainya, ya? Ini demi kebaikan kita bersama!""Kau memang tidak bisa dibiarkan!""Aw! Doyoung! Ampun! Iya jangan tarik rambutku, keparat! HEI! Aku sudah susah-susah berdandan! Dasar sialan!!!""Oppa! Jangan menarik rambutnya!! Kasihan eonni!"Doyoung melepas genggaman kuatnya pada rambut Sejeong, perempuan itu kemudian menggerutu kesal karena tatanan rambutnya jadi berantakan gara-gara Doyoung-padahal Sejeong hanya menggerai biasa rambut panjangnya yang lurus itu. Mereka sudah sampai di restoran Jisun. Wanita itu melepas sabuk pengamannya, melihat pada Sejeong dan Doyoung secara bergantian. "Kalian berdua jangan bertengkar, eoh? Jangan membuat keributan di cafe nanti! Kasihan mereka kalau harus melayani kalian!"Sejeong tertawa, mengusak gemas rambut Jisun sementara Doyoung cepat-cepat menepis tangannya. Kedua orang itu saling menatap dengan sengit lalu cepat-cepat Jisun menutup dua wajah mereka dengan telapak tangan."Aku belum keluar kalian sudah mau bertengkar lagi!""Dia yang mulai, Jisun!""Jangan sentuh-sentuh istriku, ya!""Astaga Tuan Kim! Kenapa anda cemburu dengan saya, eoh?""Eonni! Oppa! Sudah!" Jisun tidak bisa menahan tawanya lagi, "Sudah, ya? Aku tidak bisa meninggalkan kalian kalau kalian bertengkar terus!" Sejeong menyingkirkan tangan Jisun dari wajahnya, lalu mengangkat tangan kanannya dengan tangan kirinya menyentuh dada. "Saya berjanji akan menjaga Tuan Kim Doyoung untuk anda, Nyonya-Hei! Tidak perlu memukul keningku!""Kau yang harusnya menjaga dirimu sendiri, bodoh!"Sejeong mencibir Doyoung dengan wajah mengejek. Akhirnya Jisun bisa meninggalkan keduanya setelah ia berpamitan juga pada Doyoung-Sejeong dengan tidak tahu diri menggoda mereka karena tidak bisa memberi kecupan sampai jumpa."Ingat, ya?! Jangan bertengkar!! Jangan sampai aku mendapat telepon kalian berada di kantor polisi!""Jisun, kau semakin pandai bicara, ya?!" ucap Sejeong sambil tertawa dan melambaikan tangan. "Kau tenang saja! Kalau ada yang harus di penjara, aku pastikan itu hanya Sejeong!""Hei!""Kalian sudahlah!!" tegur Jisun sekali lagi dengan nada kesal, ia kemudian kembali melambaikan tangannya. "Aku pergi! Kalian hati-hati!!"Kali ini hanya tinggal mereka berdua. Doyoung segera melajukan mobilnya segera setelah Jisun sudah masuk ke restoran. "Ehwa? Ini di dekat rumahmu?""Iya. Sudah aku bilang, kan? Aku bisa ke sana sendiri!""Tsk! Tidak apa-apa! Lumayan juga, kan? Kau bisa sekalian jalan-jalan!" ucap Doyoung tanpa mengalihkan pandangannya, "Kau juga sudah membeli mobil tapi sampai sekarang belum bisa menyetir!""Kau kira menyetir mobil seperti aku menaiki mobil mainan waktu masih kecil?!""Memang semudah itu sebenarnya!""Kau bilang mudah karena kau sudah bisa!" Sepanjang perjalanan itu mereka habiskan dengan mendengarkan lagu, bernyanyi bersama dan Sejeong juga tidak sungkan untuk bertingkah sedikit tidak waras-tapi dia benar-benar tidak waras sekarang. Tanpa sadar mereka sampai pada sebuah cafe bernuansa serba putih di dekat persimpangan jalanan pertokoan Seodaemun dan ada Universitas Wanita Ehwa yang bahkan terlihat dari lantai dua cafe tersebut."Caramel machiato satu, americano satu! Ah! Tiramisu cake dan Cheese cake-nya juga satu!" Penjaga kasir tersebut segera mencatat pesanan Sejeong, sementara Doyoung yang berdiri di samping perempuan itu kini sedang memperhatikan sekeliling sambil ia menganggukkan kepala. Cafe ini tidak buruk juga. "Ah, iya? Seperti biasa..." Penjaga kasir itu mendongak, kemudian mengangguk begitu paham maksud Sejeong, "3 americano dan 1 latte untuk 4 orang yang bekerja di depan nanti siang?""Benar! Terima kasih.."Sejeong selesai membayar dan menerima nota pembayaran, juga penjaga kasir tersebut menyodorkan nampan dengan pesanan mereka. Doyoung segera mengambil alih itu dan keduanya memilih untuk pergi ke lantai dua cafe tersebut. "Cafe ini bangunan baru, biasanya aku pergi ke cafe lain yang tidak jauh dari sini. Tapi tiramisu cake yang dijual di sini sangat lezat!"Doyoung hanya menganggukkan kepala sambil melihat hiasan berupa gambar line art sederhana di setiap dinding cafe itu. Keningnya mengernyit merasa tidak asing dengan gambar-gambar tersebut."Kau pintar juga menemukan tempat seperti ini!" "Tentu saja!" ucap Sejeong percaya diri, "Kau lihat muralnya? Aku dan Ten yang membuat!""Ah.." Doyoung paham sekarang, pantas saja ia merasa tidak asing. "Pantas saja!"Keduanya memilih duduk di dekat jendela besar cafe tersebut dan mereka bisa melihat jalanan di bawah sana dengan sangat jelas. Mendekati waktu makan siang, jalanan yang dekat dengan pusat pertokoan serta kampus itu kini semakin ramai."Oh ya, tadi aku dengar kau memesan empat minuman lagi. Untuk siapa?"Sejeong baru saja membuka mulut hendak menyuapkan cake miliknya, keningnya mengernyit tipis lalu ia mengangguk. "Kau bisa lihat nanti!"Selama 10 menit setelahnya mereka tidak bicara. Sejeong sudah sibuk dengan dunianya sendiri, bermain dengan tablet miliknya lalu sesekali menatap keluar jendela dengan senyuman yang tidak pernah luntur. Ini membosankan bagi Doyoung, untuk sekarang. Dulu mereka berdua terbiasa belajar di cafe belajar di Yeosu, menyibukkan diri dengan Doyoung yang membaca materi ujian dan Sejeong menggambar. Kalau seperti itu tidak akan bosan. Tapi sekarang hanya Sejeong yang masih sama, menggambar masih menjadi hobinya dan memperhatikan keluar jendela juga masih menjadi kegiatan favoritnya. Tanpa sadar pada beberapa menit setelahnya Doyoung jadi memperhatikan setiap pergerakan Sejeong, apapun yang sedang dilakukan perempuan itu. Meraih garpu untuk menyuapkan sepotong kue, menggoreskan pena pada tablet yang ada di atas meja, lalu melihat keluar jendela untuk beberapa saat, terakhir ia meraih gelas Americano miliknya dan meminum sedikit-sedikit dari isinya. "Kau bosan?"Suara Sejeong memecahkan lamunan pria itu, cepat-cepat Doyoung menggeleng dan tersenyum. "Sedikit, karena aku tidak melakukan apa-apa.." lalu perhatiannya tertuju pada luar jendela, "apa yang kau perhatikan?""Kegiatan manusia."Satu alis pria itu terangkat, lalu sepasang netranya itu menatap ke arah layar tablet milik Sejeong di meja. Perempuan itu sedang menggambar keadaan di luar cafe itu dalam sketsa dan warna sederhana namun suasana ramai kegiatan di sana tampak terasa."Kegiatan healingmu memang tidak pernah berubah..""Mm.." gumamnya pelan sambil kembali fokus pada layar tabletnya. "Setiap hari berurusan dengan klien dan kelompok membuatku jenuh. Terlalu sering berada di tengah orang-orang sangat menguras tenagaku." "Iya.. Kau benar! Akhir-akhir ini juga banyak sekali proyek yang masuk. Kau juga sudah jadi senior di kantor. Apa karyawan baru banyak yang merepotkan?""Hanya seperti itu, tipikal karyawan baru!"Keduanya kompak melihat keluar jendela, melihat orang-orang yang berlalu-lalang melewati jalanan tersebut. Lalu perhatian mereka seolah tertuju pada sekelompok mahasiswi yang berjalan ke arah kampus sambil bergandengan dan tertawa. Doyoung melirik Sejeong dari sudut matanya, melihat perempuan itu sedang tersenyum penuh arti."Andai saja waktu itu aku lebih membuka diri dan menyisihkan waktu untuk pergi keluar dengan teman-teman kampusku.."Doyoung terdiam seketika, ekspresi wajahnya yang terkejut tidak bisa ia tutupi. Ah, ia baru ini mendengar cerita Sejeong semasa kuliah. Cerita yang sebenarnya."Cafe ini dekat dengan universitas dan aku bisa melihat mereka yang saling mengobrol dan bercanda dengan teman mereka. Sama seperti yang aku lakukan waktu kuliah dulu. Aku selalu duduk sendirian di dalam cafe lalu menatap mereka yang berada di luar dengan perasaan kosong." lalu senyuman perempuan itu mengembang. "Saat ini, melihat mereka seperti sebuah obat bagiku. Aku bisa membayangkan kalau itu aku yang ikut tertawa di tengah-tengah mereka.."Doyoung melihat ke arah Sejeong lurus-lurus, lalu menatap ke arah gambar di tablet tersebut dan pemandangan di luar secara bergantian. Perasaan bersalah kembali muncul dalam benaknya."Aku minta maaf..""Itu memang pilihanku yang ingin menutup diri, Doyoung..""Tapi tetap saja, kata-kataku dulu sudah sangat menyakitimu.""Aku sudah lupa dengan itu, kok.. Aku begini karena lebih fokus pada ucapan mereka yang selalu berkata aku tidak pernah bersungguh-sungguh.. Aku terlalu bekerja keras sampai tidak punya waktu untuk bergaul." Sejeong lalu menatapnya dan memberikan senyuman yang paling tulus. "Sekarang aku berteman dekat dengan teman-teman kantor, sesekali pergi keluar dengan Chungha atau Ten, lalu yang terpenting karena kau masih bersamaku, Doyoung. Bahkan aku juga punya adik yang menggemaskan seperti Jisun! Keluargaku juga di sini. Itu sudah lebih dari cukup untukku."Doyoung tersenyum tipis, kemudian mengulurkan tangannya untuk mengusak puncak kepala Sejeong gemas. "Kau selalu tidak pernah gagal membuatku kagum.""Tsk!" perempuan itu menepis tangan Doyoung di kepalanya, "Aku harap kau tidak mengusak kepala orang lain selain aku atau Jisun, eoh?! Mereka bisa salah paham!""Memang kau tidak salah paham?""Aku? Salah paham karena sikapmu? Hah! Mana ada, sialan!""Ah! Kalau begitu seperti ini saja!""Hei! Hei! Hentikan!! Kau mengacaukan penampilanku!!"Doyoung tertawa puas setelah ia berhasil mengacak-acak rambut Sejeong sampai berantakan. Perempuan itu memberengut kesal dan menggerutu. Sambil ia merapikan rambutnya yang berantakan, tiba-tiba Sejeong menoleh cepat untuk melihat keluar jendela, bahkan tubuhnya sampai mencondong untuk melihat sesuatu yang ada di bawah."Dia datang..""Siapa?" Doyoung ikut melihat apa yang dilihat Sejeong, tidak ada siapapun dan hanya ada keramaian. "Kau melihat siapa?!""Sebentar lagi dia keluar-Ah! Itu dia!"Sekelompok berisi empat orang keluar dari sebuah toko kecantikan, dua berpakaian rapi, satu orang berdandan cukup nyentrik dan yang terakhir memakai baju badut beruang berwarna putih. Doyoung mengernyit heran, melirik Sejeong yang tersenyum lebar ke arah empat orang tersebut. "Sejak kapan kau suka badut?""Sejak satu bulan lalu.""Apa? Hei! Kau tidak suka badut!""Tapi kalau badut yang itu aku suka!" Tidak berapa lama seorang pelayan cafe menghampiri mereka, memberikan minuman lalu pergi lagi masuk ke dalam cafe. Pertanyaan Doyoung sebelumnya terjawab tentang untuk siapa minuman yang dipesan Sejeong barusan, Sejeong membeli untuk mereka."Apa kau mengenal mereka-Astaga?!" ia menoleh cepat ke arah Sejeong yang mengembuskan napas lega, tersenyum semakin cerah melihat pada seseorang. Orang tersebut adalah ia yang memakai pakaian badut.Jadi..."Satu bulan ini kau memperhatikan Johnny hyung?""Mm.." "Kau..? Johnny hyung?" Doyoung menatap Sejeong tidak percaya, sementara perempuan itu cepat-cepat menyiapkan tabletnya lagi dan mulai menggerakkan penanya di atas layar tablet tersebut. Doyoung membiarkan Sejeong melakukan aktivitasnya. Ia memperhatikan Sejeong yang tampak bahagia dengan kegiatannya, bergantian melihat Johnny di luar yang sedang mengobrol dengan yang lain sambil meminum kopinya. Lelaki itu juga tampak senang mengobrol dengan teman-temannya. "Hari ini promosi terakhir untuk produk baru dari brand kecantikan itu. Jadi aku tidak akan bisa lagi melihatnya lama-lama..""Kenapa kau melakukannya?""Karena aku merindukannya.""Kenapa tidak bilang langsung saja? Kau dan Johnny hyung kan masih saling berkomunikasi!"Sejeong meletakkan pena tabletnya dan berdecak, ia menatap tajam ke arah Doyoung. "Maaf ya, Bapak Kim yang terhormat! Kalau Johnny itu kau, aku bisa mengatakan itu dengan mudah! Hei! Kau kira berkata seperti itu seperti membeli kopi di bawah?!""Barangkali kau memang tidak malu?""Sialan kau memang!"Doyoung tertawa dan menangkap tisu yang dilemparkan padanya, sementara Sejeong kembali melanjutkan aktivitasnya.Sudah lama Doyoung tidak mendengar nama Johnny-sekalipun ia dan lelaki itu juga masih berkomunikasi secara pribadi. Tapi semenjak ia tahu Sejeong dan lelaki itu mengakhiri hubungan, ia tidak pernah tahu bagaimana kisah cinta sahabatnya ini.Selama ini yang ia lihat hanya seorang Sejeong yang pekerja keras seperti biasanya dan berhubungan baik dengan semua orang. Sejeong tidak mau berkencan, itu katanya dan Sejeong tidak suka saat orang-orang mengungkit kisah cintanya.Lalu sekarang ia memperhatikan Johnny?"Padahal aku pikir memang kau terlihat baik-baik saja setelah putus dengannya.""Memang.""Lalu sekarang? Aku terkejut sungguhan kau bilang sedang merindukan Johnny hyung!""Ouch! Kenapa mendengarmu bicara begitu terasa menggelikan?""Jawab saja, sialan!""Tidak perlu marah-marah!""Makanya kau juga jawab langsung saja!"Sejeong berdecak dan menoleh untuk menatap keluar jendela kembali sambil menopang dagunya dengan satu tangan. Di luar sana Johnny sedang tertawa bersama yang lain, lalu tak berapa lama lelaki itu memakai topeng badutnya lagi dan mulai bekerja. "Kalau sekarang..."Pria itu terdiam, menatap lurus-lurus ke arah Sejeong yang masih memperhatikan ke luar sana. Sejeong tersenyum tipis."Sebenarnya aku merasakan ini mulai dari setelah kami mengakhiri hubungan. Ternyata Johnny sangat berharga bagiku.." "Berlaku sampai sekarang?""Mm-hm!""Lalu kenapa kau tidak meraihnya lagi?""Karena aku tidak mau?""Tidak mau?"Sejeong masih mempertahankan senyumnya, "Johnny sudah banyak terluka karenaku. Aku tidak punya keberanian untuk berkata soal perasaanku padanya. Aku merasa tidak pantas.""Kau tidak takut menyesal?""Sama sekali tidak." "Kenapa?""Karena Johnny bahagia." Sejeong kemudian menoleh, tersenyum tipis pada Doyoung. "Kau sudah dengar, kan? Johnny bisa kuliah lagi. Kalau dia mengurusku, dia tidak akan bisa melakukan itu dalam waktu cepat!""Bagaimana kau yakin kalau dia bahagia?""Kau tidak bisa melihatnya?""Melihat apa?"Sejeong mengarahkan kepala Doyoung untuk melihat keluar lagi. Mereka hanya melihat pemandangan yang biasa dengan keempat orang tersebut sedang memberi demo sebuah produk kecantikan, membagikan brosur dan sebagainya. Sampai kemudian Johnny yang memakai kostum badut itu sedikit menyingkir, mendudukkan dirinya dengan sedikit jarak dari yang lain dan membuka topengnya.Wajahnya tampak lelah, rambutnya basah karena keringat-tentu saja memakai kostum badut pasti membuatnya kepanasan. Namun fokus keduanya kini tertuju pada bagaimana Johnny tetap tersenyum pada semua orang yang lewat, juga pada teman-temannya dan mereka saling memberi semangat. "Melihat Johnny seperti itu sama seperti melihat bunga di taman saat musim semi."Ah, musim semi. Sudah lama Doyoung tidak memakai perumpamaan itu saat menggambarkan kebahagiaannya. "Doyoung, aku tidak pernah melupakan kalau kau juga pernah jadi musim semi bagiku. Tapi sekarang Johnny juga musim semi bagiku.."Sejeong tidak pernah tahu jika perasaannya akan sebesar itu pada Johnny hingga detik ini. Ia pikir awalnya ia akan baik-baik saja. Namun tanpa sadar ia akan menanti pesan dari lelaki itu, terkadang menunggunya di lobi kantor, atau ia dengan sengaja lewat di depan cafe Yuta siapa tahu tanpa sengaja ia akan bertemu dengannya. Sejeong ingin bertemu Johnny. Ia juga ingin mengobrol dengannya lagi, namun langkahnya selalu berhenti saat ia bisa menjangkau lelaki itu di hadapannya. "Harusnya kau melanjutkan hubunganmu waktu itu, Sejeong..""Aku bilang kalau aku tidak mau. Aku tidak bisa.." ucap Sejeong lirih sambil tersenyum masam. "Kalau begitu aku tidak akan belajar. Aku juga tidak akan tahu perasaanku yang sebenarnya dan aku akan selalu menganggap remeh yang namanya suatu hubungan. Meminta maaf itu mudah, namun apa yang sudah rusak tetap akan sulit untuk diperbaiki." "Apa karena itu kau tidak mau pergi kencan buta?""Mungkin? Tapi serius, Doyoung! Aku memang belum butuh untuk berkencan! Aku masih mengurus usaha rumah makan orang tuaku, cicilan mobil dan apartemen, tanggunganku masih banyak.""Tapi nanti kalau Johnny hyung-"Sejeong tersenyum memaksa, memberi kode pada lelaki itu untuk tidak lagi membicarakannya. "Kalau memang begitu aku justru bersyukur. Johnny.. harus lebih bahagia dariku.""Sejeong..""Sudah, kan? Jangan menatapku begitu, Doyoung!!""Hanya..." Doyoung mengulurkan tangannya, lalu mencubit pipi Sejeong keras. "Anakku sudah dewasa~""Sakit! Sakit!! SAKIT!!!"Selama tiga tahun Doyoung hanya fokus pada rumah tangganya, mulai membuka hati secara penuh pada wanita yang telah menjadi istrinya itu. Noh Jisun telah mengambil penuh hatinya dengan banyak pesona yang hanya ia tunjukkan saat berada di rumah. Doyoung ingin menjaganya, melihat wanita itu tersenyum setiap hari dan menyambutnya saat pulang bekerja. Ah, karena itu juga Doyoung selalu punya alasan untuk pulang cepat dan beristirahat. Ia juga belajar menjadi pasangan dan suami yang baik dan penuh perhatian. Noh Jisun seperti musim semi baginya.Di sisi lain, Sejeong yang akhirnya sadar dengan apa yang ia rasakan sesungguhnya, menyadari bahwa seseorang yang telah ia lepas ternyata sangat berarti dalam hidupnya. Selama ini ia selalu menyia-nyiakan dan tidak pernah bisa berkata dengan yakin soal perasaannya. Memang, sesuatu yang berharga akan benar-benar terasa demikian jika sudah dilepaskan. Sekalipun ia dan Johnny tidak bersama, namun lelaki itu tetap musim semi untuknya. Kehilangan lelaki itu membuat Sejeong belajar untuk tidak menyia-nyiakan seseorang yang telah berkorban untuknya dan ia selalu ingin berkata dengan yakin soal perasaannya. Sementara Doyoung dan Sejeong yang pernah berbagi rasa di masa lalu, menjalani 20 tahun penuh warna dan cerita. Mulai monokrom dengan hitam dan putih, hingga pelangi, atau mungkin seperti ribuan warna pada sekumpulan bunga bermekaran di musim semi?Keduanya tidak akan pernah lupa, arti musim semi masih kuat melekat di masing-masing mereka. Meskipun mereka sudah punya jalan hidup masing-masing, memastikan diri untuk tetap saling bahagia masihlah mereka lakukan. Melihat Sejeong bahagia menjalani hidupnya sudah lebih dari cukup membuat Doyoung lega, dan melihat Doyoung juga bisa menjalani hidupnya bersama Jisun dengan penuh cinta juga merupakan suatu kelegaan bagi Sejeong.Meskipun makna musim semi mereka tak lagi sama.Di tahun ke 20 musim semi, aku menyadari bahwa aku menyesal telah melepasmu yang berharga bagiku
Saat itu aku sadar bukan sosokmu yang pernah aku cintai yang aku rindukan, namun kebersamaan karena kau adalah temanku sejak kecil
Ini pertama kalinya aku membangkang dan memaksa pergi keluar untuk jauh dari kalian, aku bertemu dengan seseorang yang membuatku sadar, setiap kehidupan yang pelik ada musim semi yang menanti
Sebuah harapan selalu ada di setiap musim semi. Bertemu denganmu membuatku belajar banyak hal sekalipun kau tidak bisa kugapai lagi
Aku tersenyum karena mengingatmu dan juga kenangan kita
Aku tersenyum saat kau tertawa, kebahagiaanmu selalu sampai padaku
Meskipun itu hanya bisa melihatmu dalam mimpi dan merasa aku bisa menggapaimu
Setiap malam aku berdoa
Supaya kau bisa lebih bahagia dariku
Kasih sayangku akan masih tetap sama, karena itu dirimu
Semua kenangan itu menghangatkan hatiku setiap kali mengingatnya
Begitu pula saat mengingatmu saja
Terima kasih untuk kemarin, hari ini, dan mungkin 20 tahun yang akan datang atau seterusnya
Karena kau.. adalah musim semiku..
---
-Let's open for the next page-
Sebelum Musim Semi Pergi
dan
Saat Musim Semi Datang Kembali
-See you later-
***
Selamat malam semuanya..
Terima kasih sudah mengikuti perjalanan musim semi dari keempat tokoh ini
Ada sesuatu yang di sadari? Iya, nggak aku tulis 'The End', karena sesuai dengan dua judul terakhir, akan ada 2 bonus chapter sebelum perjalanan musim semi benar-benar berakhir.
Ah, salah satu judul akan penuh sama DoJeong doang
Dan sebelumnya mohon maaf nggak bisa mengabulkan dengan menyatukan DoJeong apalagi ini ff DoJeong wkwk, iyaa karena emang dari awal outline ini dibuat, ending cerita ini bakal nggak bagus buat shipper sendiri hehe..
Lagi, mohon maaf dengan segala kekurangan yang aku sangat sadari ini, tulisan yang nggak konsisten, struggle dimana-mana, dan yang paling sedih, aku salah perkiraan soal jumlah tokohnya akhhh! Karena seiring berjalannya cerita, penyesuaian alur dan konflik ternyata tokoh2 yang harusnya mau tak munculin jadi gk bisa karena buang2 waktu! Hah.. gaapa tapi, you did well farl~ /ngomong ke diri sendiri/
ya.. pokoknya begitulah hehehe
Meskipun ini gk bisa dibandingkan sama ff aku yang lain untuk soal pembaca dsb, tapi untuk kalian yang sudah setia dan masih mampir sampai ke akhir kisah musim semi ini, aku berterima kasih sebanyak-banyaknya yang sebanyak... ya pokoknya besar banget lah ahahaha..
Karena meskipun akhirnya begini tapi aku sayang sama cerita yang ini. Ini sama kayak menceritakan perjalananku sendiri HAHAHA jadi kurlebnya aku kayak lagi nyurahin isi hati sendiri dan ini luuegaaa banget
Oke cukup sampai disini TMI nggak pentingnya..
Sampai bertemu di cerita lainnya atau cerita DoJeong yang akan datang ^^
Terima kasih sekali lagi buat segala dukungan kalian sama aku selama ini
Love you banyak-banyak yeoreobun!!
Kalau ada pertanyaan, ngobrol, atau menyanpaikan sesuatu, silahkan di bawah ini
👇🏻👇🏻👇🏻
AREA MENGOBROL
SEE YOU~~~
Bạn đang đọc truyện trên: TruyenHHH.com